Mediasi PT PHL VS Warga Petanang, Cek Hasilnya di Sini
Persoalan sengketa lahan antara masyarakat Desa Petanang dan PT Puri Hijau Lestari (PHL) Makin Group terus bergulir.
BRITO.ID, BERITA MUARO JAMBI - Persoalan sengketa lahan antara masyarakat Desa Petanang dan PT Puri Hijau Lestari (PHL) Makin Group terus bergulir. Rabu (21/09/22), semua pihak terkait berkumpul untuk mulai dari masyarakat desa Petanang yang diwakili oleh Kms Firdaus CS, Humas PT PHL Agus Purwanto, Komisi II DPRD Muaro Jambi yang diwakili oleh Indra Gunawan, Kabid Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Muaro Jambi M. Taher, perwakilan Kesbangpol Muaro Jambi Masturi, Kepala Desa Petanang Wahono serta Plt Asisten I Sukisno.
Setelah melakukan audiensi dan diskusi, setidaknya ada 4 point yang didapat. Pertama Masyarakat Desa Petanang menindaklanjuti perjanjian perdamaian pada tanggal 27 Agustus 2015. Point kedua minta ditinjau ulang perjanjian perdamaian antara masyarakat desa Petanang dengan PT PHL Nomor 005/PJJ-LTG/PHL/VIII/2015. Selanjutnya disarankan kepada pihak perwakilan masyarakat desa Petanang (Kms Firdaus CS) untuk menindaklanjuti kepada tim terpadu penanganan konflik sosial Kabupaten Muaro Jambi. Point terakhir Masyarakat desa Petanang meminta bantuan CSR yang tertuang dalam perjanjian perdamaian tertanggal 27 Agustus 2015 tetap berkelanjutan.
Terkait point yang dihasilkan dalam rapat tadi siang, perwakilan masyarakat desa Petanang Kms Firdaus CS mengaku tetap berpijak pada keinginan mereka yakni meminta lahan plasam yang merupakan hak mereka seluas 1.020 hektar.
"Kita tetap kepada niat awal yaitu tetap memperjuangkan hak-hak masyarakat yang telah dikuasai oleh PT PHL sebanyak 1.020 HA," kata Kms Firdaus Rabu (21/09/22).
Firdaus berharap, pihak-pihak terkait terutama dari Pemkab Muaro Jambi bisa membantu mereka.
"Kami tetap mengharapkan kerjasama dgn pihak pemerintah kabupaten agar segera memberikan solusi krpada kami dalam pertemuan tim terpadu ke depan,dan segera memberikan jadwal segera," kata Firdaus.
Sementara itu, Humas PT PHL Agus Purwanto belum merespon pertanyaan awak media perihal ini. Pesan yang dilayangkan melalui akun Whatsapps-nya belum dijawab.
Untuk diketahui, persoalan ini mencuat lantaran masyarakat desa Petanang menuntut hak lahan plasma mereka yang menurut pengakuan mereka seluas kurang lebih 1.020 hektar.
Persoalan ini diungkapkan oleh Kms Firdaus, Ketua DPP LSM Jambi Environmental Komunitas (JEK) yang dipercaya sebagai Kuasa Masyarakat Desa Petanang. Kepada media ini, Firdaus menceritakan muasal persoalan ini.
Kata dia, bahwa pada tahun 2006 yang lalu, PT PHL Makin Group ini membangun perkebunan kelapa sawit di lahan masyarakat desa Petanang dengan pola Koperasi Kredit Primer Anggota (KKPA) dengan masyarakat desa Petanang.
"Namun setelah kebun kelapa sawit terbangun, hak kebun plasma masyarakat desa Petanang belum diberikan. Tentunya hal ini merupakan tindakan pelanggaran hukum terhadap hak masyarakat," kata Firdaus.
Kata dia, seharusnya, dengan adanya perkebunan kelapa sawit di sana, perekonomian masyarakat bisa terdongkrak. Namun yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat kehilangan haknya.
"Warga kita ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dan perkebunan, namun tanah atau lahan mereka sudah dikuasai oleh PT PHL. Dan kejadian ini sudah berlangsung lama. Sudah 22 tahun dan selama itu masyarakat tidak mendapat hak mereka," kata Firdaus.
Selanjutnya, masyarakat yang terdampak ini melakukan pertemuan dengan DPP JEK dan juga dihadiri oleh perangkat desa serta tokoh masyarakat setempat. Hasilnya mereka meminta agar PT PHL segera mengembalikan lahan plasma masyarakat yang digelapkan oleh PHL sejak tahun 2006 hingga sekarang.
"PT PHL harus mengembalikan lahan plasma masyarakat yang digelapkan oleh PT PHL dari tahun 2006 sampai saat ini sebanyak 1.020 HA. Permohonan ini sudah kami sampaikan secara tertulis kepada pihak perusahan dan ditembuskan kepada Gubernur Jambi, Ketua DPRD Provinsi Jam j serta pihak-pihak terkait. Dan kami berharap ini bisa segera dituntaskan, mengingat dari yang kami ketahui izin HGU PT PHL ini akan segera habis.
Jika ini tak diselesaikan dengan segera kemungkinan besar masyarakat akan menolak perpanjangan izin HGU perusahaan tersebut," kata Firdaus.
Penulis: Raden Romi
Editor: Rhizki Okfiandi