Mempertanyakan Kredibilitas Lembaga Pendidikan dan Lulusan: Antara Fakta dan Prasangka

DALAM beberapa waktu terakhir, muncul fenomena di mana kelulusan seseorang dari lembaga pendidikan dipertanyakan, seolah-olah ijazah yang dimiliki adalah hasil dari kecurangan atau rekayasa. Ironisnya, sering kali tuduhan semacam ini dilontarkan tanpa bukti kuat, hanya berdasarkan asumsi, "katanya-katanya," atau informasi yang tidak tervalidasi. Lebih parah lagi, lembaga pendidikan yang sudah terakreditasi, meskipun hanya B, sering kali ikut diragukan kredibilitasnya.

Mempertanyakan Kredibilitas Lembaga Pendidikan dan Lulusan: Antara Fakta dan Prasangka
Ilustrasi (ist)

DALAM beberapa waktu terakhir, muncul fenomena di mana kelulusan seseorang dari lembaga pendidikan dipertanyakan, seolah-olah ijazah yang dimiliki adalah hasil dari kecurangan atau rekayasa. Ironisnya, sering kali tuduhan semacam ini dilontarkan tanpa bukti kuat, hanya berdasarkan asumsi, "katanya-katanya," atau informasi yang tidak tervalidasi. Lebih parah lagi, lembaga pendidikan yang sudah terakreditasi, meskipun hanya B, sering kali ikut diragukan kredibilitasnya.

Kredibilitas Lembaga Pendidikan Terakreditasi

Mempertanyakan kelulusan seseorang sama saja mempertanyakan kredibilitas lembaga pendidikannya. Sebuah universitas yang sudah diakui dan memiliki akreditasi, bahkan jika "hanya" akreditasi B, tentu memiliki standar pendidikan yang diawasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Proses akreditasi ini tidak sembarangan; lembaga tersebut harus memenuhi berbagai kriteria dalam hal kurikulum, fasilitas, tenaga pengajar, dan lain-lain. Jadi, mempertanyakan keabsahan ijazah seseorang yang dihasilkan dari lembaga semacam itu tanpa bukti adalah tindakan yang tidak adil.

Asumsi dan Prasangka: Bahaya Tanpa Dasar

Salah satu masalah terbesar dalam hal ini adalah banyaknya prasangka yang menggebu-gebu, didasarkan hanya pada cerita yang tidak jelas. Tuduhan sering kali dilemparkan tanpa investigasi mendalam, apalagi mengonfirmasi langsung kepada lembaga terkait. Padahal, jika memang ada kecurigaan, langkah paling logis adalah meminta klarifikasi resmi dari universitas atau institusi pendidikan tersebut. Hingga ada bukti nyata—misalnya, surat resmi dari lembaga pendidikan yang menyatakan bahwa seseorang bukan alumni atau ijazahnya palsu—semua tuduhan hanyalah spekulasi belaka.

Proses Konversi Nilai dan Perpindahan Kampus

Sering kali yang tidak dipahami oleh mereka yang mudah berprasangka adalah adanya proses *konversi nilai*. Seseorang yang pernah kuliah di satu kampus kemudian pindah ke kampus lain bisa melakukan konversi nilai dari mata kuliah yang sudah diambil di kampus sebelumnya. Artinya, nilai dari kampus pertama bisa diakui di kampus baru, sehingga mahasiswa tersebut tidak perlu mengulang mata kuliah yang sudah lulus sebelumnya. Proses ini adalah hal yang sah dan diatur dalam peraturan pendidikan tinggi.

Namun, sayangnya, mereka yang gemar menuduh mungkin tidak paham atau bahkan tidak peduli dengan proses semacam ini. Lebih mudah bagi mereka untuk langsung melemparkan tuduhan, tanpa berusaha memahami mekanisme yang ada dalam sistem pendidikan.

Begini Mekanisme Konversi Nilai Mata Kuliah 

Mekanisme konversi nilai mata kuliah dari kampus lama ke kampus baru diatur oleh peraturan masing-masing perguruan tinggi, namun secara umum, regulasi terkait dapat ditemukan dalam kebijakan internal universitas serta beberapa peraturan nasional yang mengacu pada kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia. Beberapa sumber dan regulasi yang relevan untuk konversi nilai adalah:

1. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
   - Pasal 15 dari peraturan ini menjelaskan tentang proses transfer kredit atau konversi nilai antar institusi pendidikan, baik dalam konteks dalam negeri maupun internasional. Proses transfer kredit dilakukan berdasarkan pengakuan capaian pembelajaran yang setara antara dua institusi.

   - Konversi nilai memungkinkan mahasiswa yang pindah dari satu perguruan tinggi ke perguruan tinggi lain untuk mendapatkan pengakuan atas mata kuliah yang sudah ditempuh. Institusi penerima akan memverifikasi kesetaraan kurikulum dan capaian pembelajaran.

2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 tentang Pindah Program Studi Mahasiswa Perguruan Tinggi

   - Peraturan ini menjelaskan mekanisme perpindahan mahasiswa antar perguruan tinggi dan antar program studi. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa mata kuliah yang pernah diambil di perguruan tinggi asal dapat diakui oleh perguruan tinggi baru setelah melalui proses evaluasi.

   - Proses konversi mata kuliah dan nilai dilakukan setelah perguruan tinggi baru menilai kesesuaian kurikulum dan pencapaian pembelajaran dari program studi sebelumnya.

3. Kebijakan Internal Perguruan Tinggi (Rektorat atau Fakultas)

   - Setiap perguruan tinggi memiliki kebijakan internal yang mengatur secara lebih rinci mekanisme transfer kredit dan konversi nilai. Kebijakan ini biasanya mencakup:
     - Proses pengajuan konversi oleh mahasiswa (berkas, transkrip nilai, dan silabus mata kuliah).
     - Evaluasi kesesuaian silabus mata kuliah antara kampus lama dan kampus baru.
     - Jumlah maksimal SKS yang dapat dikonversi.
     - Kriteria nilai minimum yang dapat diakui oleh kampus baru.
   
   Kebijakan ini dapat berbeda-beda antar perguruan tinggi, dan mahasiswa yang ingin melakukan konversi nilai biasanya perlu berkoordinasi dengan bagian akademik atau biro administrasi masing-masing kampus.

4. Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi (SPMI)

   - Sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi diwajibkan memiliki Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Bagian dari SPMI ini biasanya mengatur proses administrasi akademik, termasuk transfer kredit dan konversi nilai.

   - Perguruan tinggi melalui unit penjaminan mutu memastikan bahwa konversi nilai dilakukan secara adil dan sesuai dengan standar kurikulum yang berlaku di institusi tersebut.

5. Peraturan Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri

   - Setiap universitas, baik swasta maupun negeri, memiliki peraturan yang diterbitkan oleh senat akademik atau rektorat yang khusus membahas perpindahan mahasiswa dan konversi nilai. Dokumen ini biasanya disebut dengan Peraturan Akademik Universitas atau Panduan Akademik.

Prosedur Umum Konversi Nilai Mata Kuliah:

1. Pengajuan Permohonan: Mahasiswa yang pindah kampus mengajukan permohonan resmi untuk konversi nilai, dilampiri dengan transkrip nilai dan deskripsi mata kuliah dari kampus asal.
2. Evaluasi Kurikulum: Pihak universitas (melalui fakultas atau departemen terkait) akan mengevaluasi kesesuaian kurikulum, mencakup kesamaan mata kuliah, bobot SKS, dan capaian pembelajaran.
3. Penetapan Konversi: Jika mata kuliah yang diambil di kampus lama dinilai setara dengan mata kuliah di kampus baru, nilai tersebut akan diakui. Namun, jika ada perbedaan signifikan, mahasiswa mungkin perlu mengambil ulang mata kuliah yang dianggap tidak setara.
4. Pencatatan di Transkrip: Setelah proses konversi selesai, nilai-nilai yang diakui akan dimasukkan ke dalam transkrip akademik mahasiswa di kampus baru.

Dengan mekanisme ini, mahasiswa yang berpindah dari satu kampus ke kampus lain dapat melanjutkan studi tanpa harus mengulang mata kuliah yang pernah ditempuh, asalkan nilai dan mata kuliahnya dinilai setara oleh pihak universitas.

Tuduhan Tanpa Bukti: Cermin Hati yang Buruk

Pada akhirnya, tuduhan tanpa dasar hanyalah cerminan dari hati yang tidak bersih. Orang yang dengan mudah meragukan atau menuduh tanpa bukti menunjukkan bahwa pikirannya telah dirasuki prasangka buruk. Sebagai manusia, kita diajarkan untuk tidak berburuk sangka dan selalu memeriksa kebenaran sebelum berbicara atau mengambil kesimpulan.

Ada sebuah pepatah yang mengatakan: *"Jika hati kita busuk, maka pikiran kita pun akan dirasuki oleh iblis."* Artinya, ketika seseorang memiliki niat buruk dan mudah memandang orang lain dengan prasangka, apa pun yang terlihat di depannya akan dipersepsikan sebagai hal yang negatif. Padahal, belum tentu apa yang mereka lihat atau dengar sesuai dengan kenyataan.

Kesimpulan

Dalam era informasi yang begitu cepat seperti saat ini, sangat penting bagi kita untuk berhati-hati dalam mengambil kesimpulan dan melemparkan tuduhan. Mempertanyakan kelulusan atau kredibilitas seseorang tanpa bukti yang jelas tidak hanya merugikan individu tersebut, tetapi juga mencoreng nama baik lembaga pendidikan yang sudah bekerja keras menjaga standar dan kualitasnya.

Sebelum melemparkan tuduhan, mari kita belajar untuk mencari informasi yang benar, melakukan investigasi dengan benar, dan yang terpenting, menghindari berprasangka buruk. Jika memang ada yang diragukan, langkah terbaik adalah meminta klarifikasi resmi, bukan sekadar menyebarkan spekulasi yang bisa merusak reputasi orang lain.

Ari Widodo/Pengamat Politik Pinggiran