Mengintip Profil Sektor Energi yang Digadangkan Jokowi dan Jurus Prabowo Jelang Debat

Mengintip Profil Sektor Energi yang Digadangkan Jokowi dan Jurus Prabowo Jelang Debat

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Pada tanggal 17 Februari 2019, dua calon presiden RI, Joko Widodo dan Prabowo Subianto, akan melakukan debat dengan salah satu pokok bahasan adalah sektor energi Pakar ilmu komunikasi dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, memperkirakan Presiden Joko Widodo akan tampil dengan mengungkapkan berbagai capaian yang dilakukan di sektor energi empat tahun terakhir.

Sedangkan Prabowo akan lebih banyak bertanya serta mengkritisi capaian tersebut.

Bagaimana gambaran data sektor energi empat tahun terakhir? Berdasarkan data dari Kementerian ESDM yang dihimpun Antara, sektor energi dan mineral, menyumbang lebih dari separuh Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengungkapkan, realisasi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sektor ESDM pada tahun 2018 mencapai Rp 217,5 triliun, atau 181 persen persen dari target APBN 2018 (Rp 120,5 triliun), di mana angka tersebut menyumbang 53,4 persen dari PNBP Nasional.

Bahkan, Jonan menyebut 54 persen anggaran ESDM tahun 2018 diperuntukkan untuk belanja infrastruktur rakyat, yang meliputi pembangunan jaringan gas kota, konverter kit LPG untuk nelayan, lampu tenaga surya hemat energi, hingga sumur bor untuk daerah sulit air. "Investasi sektor ESDM juga lebih baik dibanding 2017. Tahun 2018 mencapai 32,2 miliar dolar AS, naik dari 2017 yang mencapai 27,5 miliar dolar," tutur Jonan.

Selanjutnya, pada subsidi energi tahun 2018, subsidi BBM/LPG sebesar Rp97 triliun. Secara total sejak tahun 2015 sampai 2018, atau empat tahun terakhir total subsidi untuk energi sebesar Rp477 triliun.

Tahun 2015 total subsidi BBM, LPG serta listrik adalah Rp119,1 triliun, sedangkan tahun 2018 menjadi Rp153,5 triliun, atau meningkat Rp34,4 triliun.

Realisasi Program Konverter Kit BBM ke LPG untuk nelayan kecil mencapai 25.000 unit di 53 kabupaten/kota, pada akhir 2018.

Pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga pada tahun 2018 sebanyak 89.906 sambungan rumah (SR). Total SR jaringan gas yang terbangun hingga saat ini sebanyak 463.619 SR.

Untuk minyak, "lifting" migas 2018 sebesar 1.917 MBOEPD atau 96 persen dari target APBN, yaitu sebesar 2.000 MBOEPD.

Pada pembahasan alih kelola, setelah 50 tahun lebih dikelola oleh Total E&P, terhitung 1 Januari 2018 Blok Mahakam dikelola oleh nasional melalui Pertamina. Alih kelola lainnya, pemerintah menetapkan Blok Rokan akan dikelola Pertamina mulai 9 Agustus 2021. Dengan demikian, pada tahun 2021, Pertamina akan menyumbang 60 persen dari produksi minyak nasional.

Pada sub tema, bagi hasil migas, hingga 2018, sebanyak 36 wilayah kerja (WK) migas telah menggunakan skema "gross split" yaitu 14 blok hasil lelang 2017 dan 2018, 21 blok terminasi dan 1 blok amandemen.

Dengan menggunakan "gross split", diperoleh bonus tanda tangan 895,4 juta dolar AS atau sekitar Rp13,4 triliun serta komitmen pasti eksplorasi 2,1 miliar dolar atau Rp31,5 triliun.

Upaya Pemerintah mendorong efisiensi biaya operasi pada tahun 2017 mulai terlihat, sehingga penerimaan Pemerintah lebih tinggi dibandingkan "cost recovery". Hingga November 2018, penerimaan negara mencapai 17,5 miliar dolar AS. Sedangkan "cost recovery" 11,7 miliar dolar.

Total penerimaan migas tahun 2018 mencapai Rp228 triliun, terdiri dari PNBP Migas Rp163,4 triliun dan PPh migas Rp64,7 triliun.

Energi Baru Terbarukan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mencapai Rp 2.280 miliar, atau 326 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar Rp 700 miliar.

"Target PNBP yang telah ditetapkan pada APBN tahun 2018 sebesar Rp700 miliar, tapi alhamdulillah PNBP yang telah dicapai di tahun 2018 tidak kurang dari Rp2,28 triliun. Ini cukup membanggakan. Untuk selanjutnya (tahun 2019) target yang diketok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ada kenaikan Rp180 miliar (menjadi Rp880 miliar)," kata Dirjen EBTKE Rida Mulyana.

"Tahun 2018 anggaran yang kita kelola sebesar Rp1,72 triliun. Itu 95 persennya itu ditujukan untuk rakyat, dalam bentuk Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), penyediaan listrik "off grid" di daerah yang masih terisolasi, ada juga pembangunan Penerangan Jalan Umum (PJU) yang berbasis tenaga surya, dan pemanfaatan bioenergi," terang Rida.

Salah satu program yang ditujukan untuk rakyat adalah pembagian LTSHE untuk masyarakat yang bertempat tinggal di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Pada tahun 2018, Ditjen EBTKE telah membagikan 172.996 unit LTSHE di 16 provinsi. Jumlah tersebut, apabila ditambahkan dengan 79.556 unit LTSHE yang didistribusikan pada tahun 2017, telah melistriki total sebanyak 2.828 desa. Untuk tahun 2019, target LTSHE yang dibagikan adalah sebanyak 98.481 unit.

Selain itu, hingga akhir tahun 2018, kapasitas pembangkit EBT (Energi Baru Terbarukan) terus meningkat. Kapasitas terpasang pembangkit panas bumi telah mencapai 1.948,5 Megawatt (MW), tambahan 140 MW adalah dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha 1 (30 MW) dan PLTP Sarulla (110 MW). Untuk PLTS dan PLTMH, pada akhir tahun 2018 mencapai 331,8 MW. Di samping itu, telah beroperasi pula PLTB Sidrap dengan kapasitas 75 MW dan PLTB Jeneponto sebesar 72 MW siap beroperasi.

Untuk kapasitas terpasang pembangkit bioenergi telah mencapai 1.858,5 MW, terdiri dari PLT Biomassa, Biogas, PLT Sampah, dan Biofuel.

Rida juga mengungkapkan bahwa penurunan emisi CO2 melebihi target dengan realisasi sebesar 43,8 juta ton dan penghematan energi 2015 sampai dengan 2018 mencapai 31.011 GWH atau setara dengan Rp 31,8 triliun.

Sementara itu, untuk "outlook" 2019, subsektor EBTKE menargetkan peningkatan peran pentingnya dalam PNBP nasional dengan target capaian PNBP sebesar Rp0,88 triliun. Ditjen EBTKE juga akan berupaya meningkatkan kemampuan pasokan energi untuk domestik melalui peningkatan target produksi uap panas bumi sebesar 103,8 juta ton, biofuel sebesar 7,37 juta KL.

Selanjutnya terkait peningkatan efisiensi pemakaian dan pengelolaan energi, Rida menuturkan bahwa pihaknya menargetkan intensitas energi primer 425 SBM/miliar Rp dan penurunan emisi CO2 sebesar 48,8 juta ton pada tahun 2019.

Minerba Pada tahun 2018, pagu anggaran Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebesar Rp364,52 miliar dengan penyerapan anggaran sebesar 90,54 persen atau Rp330,05 miliar.

Untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2018 Subsektor Minerba mencapai Rp50,01 triliun, melebihi target yang dicanangkan dalam tahun 2018 yakni sebesar Rp32.1 triliun.

Dengan rincian Rp0,5 triliun dari Iuran Tetap, Rp29,8 triliun dari Royalti, Rp19,3 triliun dari Penjualan Hasil Tambang, dan Rp0,4 triliun dari Pendapatan Jasa Tenaga Kerja, Pekerjaan dan Informasi. Pencapaian tersebut sekaligus melampaui penerimaan pada tahun 2017 yang sebesar Rp40,6 triliun, dan tahun 2016 dan 2015 yang hanya berada pada angka Rp27.2 triliun dan Rp29,6 triliun. Sementara itu, perusahaan pertambangan mineral dan batubara, wajib untuk melakukan reklamasi lahan bekas tambang dan menganggarkan dana untuk Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di wilayah sekitar tambang.

Prognosis sampai dengan Desember 2018, luas reklamasi lahan bekas tambang mineral dan batubara telah mencapai 6.950 hektar, melebihi rencana awal tahun sebesar 6.900 hektare.

Target dana Program Pemberdayaan Masyarakat pada tahun 2018 sebesar Rp1.878 miliar, dengan prognosis sampai dengan bulan Desember 2018 sebesar Rp2.055 miliar, dengan rincian dana yang berasal dari PPM perusahaan mineral sebesar Rp1.606 miliar dan dari perusahaan batubara sebesar Rp449 miliar. Divestasi Freeport Pada akhir tahun 2018, Subsektor Minerba terjadi pencapaian yang besar dengan beralihnya mayoritas saham PT Freeport Indonesia kepada PT INALUM. Resminya pengalihan saham tersebut ditandai dengan proses pembayaran dan terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK) PTFI yang telah berjalan sejak tahun 1967 dan diperbaharui di tahun 1991 dengan masa berlaku hingga 2021.

Terkait dengan pengalihan saham, PT INALUM telah membayar 3,85 miliar dolar kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan PT INALUM meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen. Kepemilikan 51,23 persen tersebut nantinya akan terdiri dari 41,23 persen untuk PT INALUM dan 10 persen untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60 persen sahamnya akan dimiliki oleh PT INALUM dan 40 persen oleh BUMD Papua.

Dari berhasilnya divestasi PTFI ini, akan menghasilkan beberapa dampak positif menurut Kementerian ESDM, antara lain kelangsungan operasi PTFI dan aktivitas ekonomi Papua, pendapatan negara meningkat, terciptanya multiplier effect yang bersumber dari pembangunan smelter dan TKDN dan transfer teknologi pertambangan. (red)