Rumor Kudeta Menguat, Siaran TV Terputus dan Aung San Suu Kyi Ditangkap

Rumor kudeta militer menguat di Myanmar setelah penangkapan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi oleh militer. Sejumlah saluran telekomunikasi terputus. Akibatnya televisi pemerintah Myanmar, MRTV tak bisa melakukan siaran.

Rumor Kudeta Menguat, Siaran TV Terputus dan Aung San Suu Kyi Ditangkap
Aung San Suu Kyi. (Istimewa)

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Rumor kudeta militer menguat di Myanmar setelah penangkapan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi oleh militer. Sejumlah saluran telekomunikasi terputus. Akibatnya televisi pemerintah Myanmar, MRTV tak bisa melakukan siaran.

Pada Senin, pihak MRTV menyampaikan ada kendala teknis sehingga salurannya tak bisa menyiarkan berita. Hal ini disampaikan beberapa jam setelah partai penguasa Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengatakan pimpinannya Suu Kyi dan sejumlah tokoh penting ditangkap.

"Karena kendala komunikasi saat ini, kami dengan segala hormat menginformasikan kepada Anda bahwa program reguler MRTV dan Myanmar Radio tak bisa tayang," jelas Myanmar Radio dan Televisi di halaman Facebook mereka, dilansir Reuters, Senin (1/2).

Penangkapan terjadi setelah muncul ketegangan antara pemerintahan sipil dan para penguasa militer dalam beberapa hari terakhir usai digelarnya pemilu November lalu yang menurut militer dicurangi.

Pada pemilu lalu, NLD menang telak setelah mereka menguasai pemerintahan lima tahun sebelumnya. Partai pendukung pemerintah meraih 396 kursi dari 476 kursi parlemen sementara partai sayap militer Partai Pembangunan dan Partai Solidaritas Serikat hanya mendapat 33 kursi.

Ribuan etnis minoritas di Myanmar dicabut hak pilihnya menjelang pemilu karena wilayah mereka tinggal masih diliputi konflik sehingga pemilu tidak memungkinkan dilaksanakan. Etnis minoritas Rohingya yang selama ini menjadi korban genosida militer Myanmar juga tidak bisa memilih di pemilu.

Penangkapan Suu Kyi dan para pejabat pemerintah ini terjadi hanya dua hari setelah Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan tentang kemungkinan adanya provokasi. Guterres menyerukan para pihak untuk menahan diri untuk tidak memprovokasi dan menghormati hasil pemilu 8 November lalu.

Sumber: Merdeka.com
Editor: Ari