Fandy Ahmad: Koperasi Bikin Petani Kopi Untung

Fandy Ahmad: Koperasi Bikin Petani Kopi Untung

BRITO.ID, BERITA JAMBI - “Koperasi mampu membuat petani kopi untung, karena memotong jalur distribusi dengan membeli green bean (beras kopi) langsung dari petani kopi dengan harga yang pantas,” kata Fandy Ahmad, anak muda pecinta kopi.

Menurut Blek, masalah utama yang dihadapi oleh mayoritas petani kopi nusantara adalah “dibodoh-bodohi”.
“Dibodoh-bodohi sama tengkulak contohnya. Dibodoh-bodohi karena gak tau fungsi kopi untuk apa, dibilang lha untuk ini itu, gak bisa diminum, akhirnya kopi dijual dengan harga yang tidak diinginkan. Mereka (tengkulak, red) yang kasi harga jauh di bawah harga modal petani,” papar Blek.

Untuk itu, kata Blek, di sinilah peran koperasi dan organisasi tani. Koperasi dan organisasi tani, selain membeli green bean langsung dari petani anggotanya, juga bisa memberikan pelatihan dan pendidikan bagi petani, sehingga petani jadi cerdas, tidak mau dibodoh-bodohi.

“Salah satu contohnya lagi ya petani kopi, kopinya dibeli tengkulak saat masih berupa cherry (matang pokok). Kalo begini ya petaninya gitu-gitu aja, pendapatannya gak akan meningkat, karena harga jauh lebih murah,” tegasnya.

Fandy menegaskan, idealnya petani kopi, kopinya dibeli ketika sudah berupa green bean (beras kopi), ketika sudah melewati proses pasca panen  seperti perendaman dan penjemuran. Bahkan menurut pria yang akrab dipanggil Blek ini, kalau bisa petani punya mesin roasting (pemanggangan, penyangraian) kopi sendiri.

“Proses ideal adalah konsumen beli ke petani, ke koperasi, ke organisasi tani, ketika sudah green bean atau roast bean. Harusnya petani jadi roaster, petani jual langsung roast bean (kopi yang sudah dipanggang, tinggal digiling, red),” ungkapnya.

“Ketika petani kopi sudah menguasai tekni produksi pasca panen secara langsung bisa mengedukasi bisa mendongkrak ekonominya, nilai produknya bertambah,” sambungnya.

Minum Kopi dan Berkoperasi

Untuk mewujudkan paparannya di atas, Blek tidak hanya duduk berpangku tangan. Ia bersama puluhan pemuda pecinta pangan lokal yang tergabung dalam Sumatran Youth Food Movement (SYFM) bergabung dengan Koperasi Petani Indonesia (KPI) Medan yang berafiliasi dengan Serikat Petani Indonesia. Selanjutnya, Blek dipercaya untuk mendirikan dan mengelola warung kopi bertitel “Minum Kopi” sebagai divisi dari KPI Medan.

“Yang buat “Minum Kopi” beda dengan yang lain adalah bean dibeli langsung dari petani. Kita tau harga ke petani berapa, dipastikan harga ke petani memang sesuai dengan keinginan petani, si petani yang ngasi harga. Pokoknya jangan ada dusta di antara kita,” paparnya.

“Kalau kawan-kawan datang ke Minum Kopi di Jalan Eka Rasmi Gang Eka Rasmi VI No. 7 A Medan Johor, sedikit banyaknya kami akan menjelaskan asal muasal kopi, mulai dari petaninya, beanroast bean, yang bakal diseduh menjadi kopi, profil, sampai ke metode penyeduhan kopi,” sambungnya.

Blek mengemukakan, yang ia dan kawan-kawanya lakukan di Minum Kopi dan KPI Medan adalah usaha nyata untuk memotong rantai distribusi yang selama ini dikuasai tengkulak dan menyengsarakan petani kopi.

“Semoga petani kopi bisa sejahtera,” harapnya.

Anak Muda Harus Cerdas

Sebelum Blek “sadar kopi”, tiga – empat tahun lalu, anak kedua dari empat bersaudara ini masih seperti anak muda lainnya, suka ngopi namun belum mengerti seluk beluk kopi yang hakiki. Perkenalan Blek dengan kopi yang hakiki dimulai saatnya komunitasnya, SYFM membuat acara “cupping” di Kedai Mahesya Kopi.

“Materinya pengenalan dasar tentang kopi, kualitas kopi, kopi yang sesungguhnya. Jadi kami diajari cara membedakan kopi berkualitas dengan kopi ecek-ecek,” terangnya.

Pasca acara tersebut, wawasan Blek tentang kopi mulai terbuka lebar. Selanjutnya, di kampusnya, juga dibuka sebuah warung kopi sederhana bernama “Fotokopi”, yang menyajikan kopi berkualitas dengan harga yang sangat ramah di kantong mahasiswa.

“Selanjutnya ada opening Fotokopi di kampus (Universitas Sumatera Utara-USU, red), jadi gak bingung mau ngopi dimana. Akhirnya jadi sering nongkrong di sana, makin lama makin akrab. Baristanya juga ramah, mau bagi-bagi ilmu tentang seduh kopi secara manual,” katanya.

Kecintaan Blek akan kopi diwujudkannya dengan kemana-mana selalu membawa peralatan seduh kopi manual, mulai dari grinder (gilingan kopi), server (teko saji), gelas-gelas kecil, timbangan digital, kertas filter, dan lainnya.

“Supaya dimana-mana aku bisa ngopi yang enak, tinggal cari air panas aja kan,” imbuhnya.

Menurut Blek, kopi bukan sekedar minuman, kopi adalah media bersilaturrahmi.

“Dengan kopi semua topik-topik pembicaraan jadi lebih menarik,” tuturnya.

Untuk itu, Blek menyampaikan, anak muda haruslah cerdas dan berada di garda terdepan dalam mengkampanyekan minum kopi yang hakiki. Karena menurutnya hingga saat ini pemahaman masyarakat banyak tentang kopi masih banyak yang harus diluruskan.

“Minum kopi itu gak harus kental, gak harus manis. Minum kopi itu gak berefek buruk buat kesehatan, malah berguna bagi tubuh, asalkan kopinya kopi yang asli. Ngopi itu gak sehat kalau lebih banyak gulanya daripada kopinya, belum lagi kopinya sendiri yang bukan kopi asli, udah dicampur-campur,” sebutnya.

“Sumatera Utara khususnya, dan Indonesia umumnya punya beragam jenis kopi yang nikmat, yang diakui dunia. Dan untuk menikmati kopi enak gak harus mahal, itulah yang coba kami hadirkan di Minum Kopi,” sambung mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU ini.

Blek menambahkan, anak muda cenderung lebih gampang menerima hal-hal baru dibandingkan mereka yang sudah “berumur”.

seduh kopiFandy Ahmad (Blek) —
berbaju hitam, di tengah –dalam acara “Kelas Menyeduh Manual” yang dilaksanakan oleh SPI Sumut dan SYFM

“Anak muda harus peduli dengan sekitarnya, seperti peduli dengan petani lokalnya, produk-produk lokalnya. Jadi ayo kita bersama berusaha mensejahterakan petani dengan membeli langsung produk tani langsung dari petaninya, dari koperasinya, dari organisasi taninya, agar kedaulatan pangan terwujud,” tutupnya.