Kasus Buku Merah yang Diduga Melibatkan Petinggi Polri, Jokowi Bilang Begini

Kasus Buku Merah yang Diduga Melibatkan Petinggi Polri, Jokowi Bilang Begini

BRITO.ID, BERITA JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengaku tidak ingin mengintervensi dugaan adanya pengrusakan barang bukti (BB) catatan pengeluaran perusahaan Basuki. Bukti catatan itu diduga mencantumkan salah satu nama pejabat kepolisian pada kasus gratifikasi impor daging yang ditangani KPK.

"Itu wilayahnya KPK, itu wilayahnya hukum. Saya tidak mau ikut campur, (tidak mau) intervensi hal-hal yang berkaitan dengan hukum," kata Presiden, seusai menghadiri Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) tahun 2018, Rabu.

Sebelumnya kelompok kanal investigasi "Indonesialeaks" membuat laporan mengenai perusakan barang bukti oleh dua penyidik KPK asal Polri, yang saat ini sudah kembali bertugas di mabes Polri.

"Kan baru dugaan. Saya tidak mau intervensi, tidak mau ikut campur wilayah hukum," tambah Presiden, seperti dilansir Antara.

Laporan Indonesialeaks menyebutkan dua mantan penyidik KPK yaitu Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun telah merobek 15 lembar catatan transaksi dalam buku bank bersampul merah atas nama Serang Noor IR. Buku catatan yang belakangan disebut buku merah ini menjadi salah satu bukti dalam kasus korupsi yang menjerat Direktur CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman dan anak buahnya Ng Fenny.

Keduanya juga membubuhkan tip ex untuk menghapus sejumlah nama penerima uang dari perusahaan Basuki. Hal tersebut terekam dalam CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 gedung KPK pada 7 April 2017.

Dalam dokumen pemulangan keduanya, Roland dan Harun disebut tengah berkasus sehingga dipulangkan. Isi lembaran buku yang hilang tersebut berisi catatan transaksi keuangan yang dibuat oleh Bagian Keuangan CV Sumber Laut Perkasa Kumala Dewi Sumartono.

Keterangan Kumala soal buku itu dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan di KPK pada 9 Maret 2017. Ketika bersaksi untuk kasus yang sama di pengadilan tindak pidana korupsi pada 3 Juli lalu, Kumala mengakui dialah yang membuat buku catatan yang berisi 68 transaksi atas perintah Basuki dan atasannya, Ng Fenny, yang menjabat general manager. 

Tertulis dalam dokumen itu bahwa nama Tito Karnavian dengan menuliskan Kapolda/Tito tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki langsung maupun melalui orang lain. Tito menjabat sebagai Kapolda Metro pada Juni 2015 hingga Maret 2016. 

Empat pengeluaran lain tercatat ketika ia menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada Maret-Juli 2016. Satu aliran lain tercatat sesudah ia dilantik Kepala Kepolisian RI. Nominal untuk setiap transaksi berkisar Rp1 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Adi Deriyan Jayamarta mengatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan Basuki Hariman, sudah menyampaikan nama pejabat yang ada dalam buku merah itu tidak pernah dia berikan. Namun dana itu digunakan untuk kepentingan pribadinya. (red).