Memilukan, Pernikahan Dini Berujung Petaka

Memilukan, Pernikahan Dini Berujung Petaka

BRITO.ID, BERITA INDRAMAYU - Seorang gadis remaja tewas akibat dianiaya oleh suaminya di Indramayu, Jawa Barat.
Korban sebut saja Y meninggal di Rumah Sakit Umum Indramayu akibat mengalami luka di beberapa bagian kepala dan sekujur tubuhnya.


Namun hasil pemeriksaan post-mortem atas penganiayaan itu belum keluar. Koalisi Perempuan Indonsia (KPI) Indramayu menyatakan akan terus memantau kasus tersebut.
"Kami akan terus memantau perkembangan kasus tersebut yang sedang ditangani kepolisian," kata Sekretaris KPI Indramayu, Yuyun Khoerunisa dikutip Thejakartapost.com, Kamis (22/11/2018).


Yuyun mengatakan, suami korban berinisial D bertanggung jawab atas kematian istrinya. Pelaku, kata dia, sempat ditahan oleh kepolisian selama 24 jam, namun dibebaskan kembali karena polisi kekurangan bukti.
Thejakartapost.com menyebutkan, berdasarkan sebuah survei nasional pada 2012 menunjukkan bahwa lebih dari 220.000 gadis di bawah usia antara 15 dan 19 tahun di Jawa Barat dinikahkan. Jumlah tersebut tertinggi kedua setelah Jawa Timur sebanyak kurang lebih 236.000 orang.


Pada 2011, Plan Indonesia dan Universitas Gadjah Mada melakukan riset pernikahan dini di 8 wilayah, termasuk Indramayu. Hasilnya menunjukkan bahwa 44 persen pengantin perempuan kerap menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Menghindari zina
Para orangtua kerap menikahkan anak-anak mereka yang masih di bawah umur (pernikahan dini) sebagian besar untuk menghindari perbuatan zina.
Alasan itu seperti yang dialami gadis Y tadi. Dia dinikahkan untuk mencegah perbuatan zina yang dilarang dalam Islam.


Apalagi, gadis Y kurang mendapat perhatian dari orangtuanya. Diketahui, ayah Y meninggal saat gadis tersebut berusia 7 bulan. Sedangkan ibunya bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Saat ini, Y dirawat oleh neneknya.
Alasan inilah yang menyebabkan Pengadilan Agama Indramayu memberikan dispensasi kepada Y untuk dinikahkan secara dini.


Hakim mengabulkan permohonan wali gadis itu berdasarkan Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 yang mengatur usia pernikahan minimum 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.
Pasangan yang baru menikah rata-rata tinggal rumah keluarga pengantin pria, termasuk gadis Y. Setelah 4 bulan menikah, Y hamil. Sembilan bulan kemudian Y melahirkan dengan operasi caesar. Namun sebulan kemudian bayi tersebut meninggal.


Sekitar dua tahun sejak pernikahan itu, Y kerap mengeluh kepada neneknya karena mengalami kerap kekerasan dalam rumah tangga.
"Kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi selama pernikahan mereka," kata Yuyun dikutip Thejakartapost.com.


Kasus penganiayaan terhadap Y terungkap setelah neneknya mendapat informasi dari kerabat tentang kondisi cucunya itu. Awalnya, kerabat itu membaca status D, suami Y, di Facebook yang menampilkan wajah istrinya dalam keadaan babak belur dan lebam.
Sang nenek kemudian bergegas menuju rumah mertua Y. Namun cucunya itu sudah dibawa ke RSU Indramayu. Beberapa jam kemudian, Y dinyatakan meninggal dunia pada Jumat, 21 September 2018 pukul 20.00 WIB.
Keluarga korban menolak otopsi. Keesokan harinya, Sabtu, 22 September, jenazah Y dikebumikan.
Kepala Polres Indramayu AKBP Yoris Maulana Marzuki mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus tersebut.


"Nanti kami akan segera beritahu perkembangan terbaru kasus ini," kata Yoris.
Kegagalan negara
Koalisi Perempuan Indonesia Jawa Barat menyebut kasus yang menimpa gadis Y sebagai bukti kegagalan orang dewasa dan pemerintah dalam melindungi anak.
Sekretaris KPI Jawa Barat Darwinih menyebutkan, gadis Y sebenarnya bisa diselamatkan dengan disekolahkan dan bermain dengan teman sebayanya.


"Ia bisa diselamatkan jika dia bersekolah dan bermain dengan temannya. Ini bukan hanya orang dewasa yang gagal melindungi dia, tetapi juga negara," katanya.
Betapa tidak, di Indramayu sendiri, tingkat pernikahan anak di bawah umur tetap tinggi. Pada tahun 2017 Pengadilan Agama Indramayu memberikan 287 dispensasi pernikahan dini dan pada 2016 sebanyak 354 dispensasi.


"Dalam pernikahan anak, wanita cenderung menjadi korban kekerasan rumah tangga, terutama ketika mereka tak terdidik dan minim pengetahuan tentang kesetaraan gender," tandas Yuyun, sekretaris KPI Indramayu.
KPI menyerukan revisi usia minium calon pengantin. Sebab, pernikahan dini berpotensi menimbulkan masalah-masalah rumit, salah satunya kekerasan dalam rumah tangga.


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 95 kekerasan yang berkaitan dengan pernikahan anak dalam enak tahun ke balakang. Kasus yang dilaporkan ini hanyalah puncak gunung es.
"Pemerintah harus melindungi anak-anak kita. Kami mendesak Presiden (Joko Widodo) untuk mempercepat pembahasan tentang Perppu tentang pernikahan anak," tandas Darwinih. (red)


Sumber: Thejakartapost.com